Rumusan Perspektif Revolusi Dunia 2014 bagian 2

Rumusan Perspektif Revolusi Dunia 2014 bagian 2

Hari ini kami menerbitkan bagian kedua dari analisis IMT atas situasi dunia. Berikut merupakan dokumen rumusan yang menjadi basis pendiskusian dalam Tendensi dan akan divoting dengan beberapa kemungkinan amandemen pada kongres dunia IMT.

Krisis Eropa

Watak global krisis kapitalisme membuatnya mustahil untuk “menceraikan” Eropa dan Amerika. Pengumuman bahwasanya AS akan menghentikan Quantitative Easing menyebabkan pergolakan di pasar-pasar, yang mendorong kenaikan suku bunga-suku bunga di seluruh penjuru zona Eropa. Dampaknya untuk mengetatkan kebijakan moneter saat resesi dan pengangguran yang meningkat justru menuntut kebijakan yang berlawanan.

Tak ada tempat lain dimana krisis menampakkan dirinya dengan lebih keras selain di Eropa. Semua mimpi dan angan-angan borjuasi Eropa atas suatu persatuan kapitalis Eropa dengan cepat hancur jadi berkeping-keping. Semua kontradiksi nasional muncul ke permukaan, mengancam tidak hanya masa depan mata uang Euro namun juga Uni Eropa itu sendiri.

Bobot hutang bagaikan suatu batu giling raksasa di leher ekonomi Eropa, menyeretnya jatuh dan menghalangi suatu pemulihan yang riil. Tak ada seorang pun yang tahu jangkauan riil hutang-hutang bank-bank Eropa. Pinjaman-pinjaman buruk bank-bank UE sudah mencapai setidaknya 1,05 triliun Euro (dua kali lebih banyak dibandingkan tahun 2008) menurut Wall Street Journal. Namun hal ini hanyalah suatu perkiraan (dengan kata lain tebak-tebakan saha) dan angka aslinya bisa jadi lebih besar. Mayoritas bank-bank investasi memperkirakan bahwa sektor perbankan Eropa harus susut sekitar dua triliun Euuro hingga 2,5 triliun Euro untuk mencapai ukuran yang bisa digambarkan sebagai cukup terkapitalisasi.

Terdapat pemulihan lamban di Jerman namun Italia dan Spanyol tetap berada dalam resesi sedangkan Yunani berada di slump atau krisis mendalam. Italia kehilangan 9% PDBnya semenjak awal krisis dan Yunani kehilangan PDBnya setidaknya sebesar 25%. Mustahil juga bagi Jerman untuk mempertahankan pertumbuhannya bila tidak ada pemulihan di zona eropa seluruhnya, yang merupakan pasar utama ekspornya. Tahun 2012 penjualan mobil Eropa jatuh pada tingkat terendah sejak catatan yang dimulai 24 tahun lalu, pada 1990. Penjualan mobil di Eropa terus jatuh dalam enam dari delapan bulan pertama di tahun 2013.

Peluncuran Euro pada tahun 1999 dipuja-puji sebagai kunci menuju masa depan perdamaian, kemakmuran, danintegrasi Eropa. Namun sebagaimana yang kami prediksikan, dalam kondisi-kondisi krisis Euro telah menjadi sumber konflik nasional dan disintegrasi.

Meskipun Euro bukanlah sebab permasalahan-permasalahan dari negara-negara seperti Yunani, Italia, dan Spanyol, sebagaimana yang dibayangkan kaum nasionalis berpikiran sempit, tak pelak lagi hal ini telah memperburuk keadaan hingga sembilan kali.

Di masa lalu, negara-negara ini bisa menemukan suatu solusi terhadap krisis melalui devaluasi. Kini hal ini mustahil. Alih-alih mendorong bagian mereka dari pasar dengan ongkos para pesaing luar negeri melalui pendevaluasian mata uang, mereka terdorong untuk melakukan “devaluasi internal”, dengan kata lain, pengetatan anggaran secara ganas. Namun hal ini hanya memiliki dampak memperdalam slump dan mempertajam divisi-divisi kelas dalam masyarakat.

Katalisator (zat yang mempercepat reaksi) adalah krisis Yunani, yang mengancam Euro dan Uni Eropa itu sendiri. Sudah wajar bahwasanya krisis akan pecah di rantai terlemah kapitalisme Eropa. Namun konsekuensi-konsekuensi krisis Yunani mempengaruhi seluruh Eropa. Selama kenaikan yang menyusul peluncuran Euro, Jerman meraup banyak dari ekspor ke zona Eropa. Apa yang dimulai sebagai plus yang teramat sangat kini jadi minus teramat sangat. Saat Mario Draghi, presiden Bank Sentral Eropa, menjanjikan bahwa ia akan menggunakan semua sumber daya ekonomi yang bisa digunakannya untuk menyelamatkan Euro, dia lupa bilang, darimana sumber daya-sumber daya ini berasal.

Dalam setiap transfer fiskal untuk menyelamatkan zona eropa, transfer akan selalu merupakan transfer uang pembayar pajak Jerman ke suatu tempat lain. Hal ini menimbulkan permasalahan-permasalahan serius bagi Angela Merkel. Jerman telah mengadopsi posisi pembela keras terhadap pengetatan anggaran dan pengekangan fiskal. Jerman bisa terus melakukannya. Karena Jerman adalah negara dengan ekonomi terkuat di Eropa, dan kekuatan ekonomi cepat atau lambat diekspresikan sebagai kekuatan politik. Terlepas dari ilusi-ilusi borjuasi Prancis di masa lalu, Jerman, lah, yang menentukan segalanya.

Meskipun demikian kebijakan pengetatan anggaran punya batasan-batasan sosial dan politik. Negara-negara seperti Yunani dan Portugal telah mencapai batasan-batasan ini, sedangkan Spanyol dan Italia tidak jauh ketinggalan. Meskipun ada optimisme terkini dari kaum borjuasi tapi tak ada permasalahan yang dipecahkan. Krisis zona eropa bisa muncul lagi pada momen apapun. Pemaksaan pengetatan anggaran memicu krisis politik di Portugal, dimana sejumlah protes massal besar hampir berakibat jatuhnya pemerintahan. Hutang publik Portugal naik dan tidak mungkin berada di bawah 130 persen penghasilan nasional pada tahun 2015. Jadi untuk apa semua pengorbanan dan rasa sakit ini?

Beberapa seksi “kiri” di Eropa—misalnya Lafazanis, pemimpin kiri di SYRIZA—menyerukan keluar dari Euro, dan bahkan dari Uni Eropa itu sendiri, sebagai suatu solusi terhadap krisis dan permasalahan-permasalahan kelas buruh. Bagaimanapun juga, sebagai Marxis kita tidak melihat krisis ini akibat keberadaan Uni Eropa. Ini adalah krisis sistem kapitalis.

Uni Eropa tidak lebih dari Uni Majikan yang ditujukan untuk menyokong kepentingan-kepentingan kapitalis Eropa. UE memaksaan kebijakan-kebijakan anti kelas buruh dimana-mana dan n ini tidak bisa direformasi menjadi “Eropa sosial”. Kami menentangnya, namun jawabannya bukanlah serangkaian kapitalisme-kapitalisme kecil melainkan persatuan buruh Eropa dalam perjuangan mewujudkan Federasi Sosialis Eropa.

Instabilitas politik, disebabkan oleh langkah-langkah pengetatan anggaran, direfleksikan dalam serangkaian pemerintah koalisi yang tidak stabil dan ayunan keras opini publik. Di Itali mereka hanya mampu membuat koalisi Partai Demokratik dengan Berlusconi dengan kesulitan paling luar biasa dan para pimpinan koalisi menghabiskan waktunya untuk menyerang satu sama lain di hadapan publik. Kepedulian utama Berlusconi adalah bagaimana caranya tidak masuk penjara. Kepentingan-kepentingan kapitalisme Itali menduduki tempat kedua setelah pertimbangan berlebihan ini.

Tontonan tidak mendidik ini yang penuh pertengkaran dan caci maki antar elit, skandal-skandal korupsi (seperti yang terjadi di Spanyol), pengingkaran janji-janji (Prancis), dan para politisi mempergemuk kantong-kantong mereka (Yunani), sembari menorehkan luka parah kepada masyarakat telah mengakibatkan reaksi balik terhadap partai-partai dan para pimpinan yang ada. Ini merupakan suatu perkembangan mengkhawatirkan bagi kaum borjuasi, yang menggunakan senjata cadangan politik yang dimilikinya untuk membela sistemnya. Suatu krisis sosial dan politik tengah disiapkan di Eropa.

Kaum borjuasi menatap ke dalam jurang dan mungkin terpaksa mundur. Terlepas dari hal-hal lainnya, pengetatan anggaran telah menunjukkan tanda gagal mengaktifkan kembali ekonomi. Sebaliknya, pengetatan anggaran membuat situasi buruk menjadi semakin buruk. Namun apa alternatifnya. Kaum borjuasi menghadapi dilema buah simalakama. Tak jelas apakah zona eropa akan bubar sepenuhnya—suatu prospek yang tidak hanya menakutkan bagi kaum Borjuasi Eropa namun juga kaum Borjuasi di luar Eropa. Demi mencegah keambrukan total, kaum majikan UE akan terpaksa mencampakkan kondisi-kondisi ketat. Akhirnya sangat sedikit yang akan tersisa dari gagasan asli penyatuan Eropa, yang mustahil di atas landasan kapitalis.

Permasalahan borjuasi Eropa sederhana. Kelas penguasa tidak mampu mempertahankan konsesi-konsesi yang dimenangkan kelas buruh selama setengah abad terakhir, namun kelas buruh tidak bisa menerima potongan-potongan apa-apa lagi terhadap hajat hidup mereka. Dimana-mana kita menyaksikan penurunan tajam dalam hajat hidup; pemotongan upah; emigrasi (berpindahnya orang dari satu negara ke negara lain (umumnya dari negara lebih miskin ke negara lebih kaya) untuk mencari pekerjaan dan kondisi hidup yang lebih baik) muncul kembali sebagai fenomena yang terjadi di berbagai negara di Eropa Selatan ke negara-negara seperti Jerman. Namun saat Jerman juga ditimpa resesi, kemana mereka akan beremigrasi?

Kelas buruh semakin amat diperkuat semenjak Perang Dunia II. Cadangan sosial reaksi juga telah berkurang secara tajam. Kaum tani yang dulunya merupakan populasi sangat besar di masa lalu, tidak hanya di Spanyol, Italia, Prancis, dan Yunani, namun juga di Jerman, telah turun jadi suatu minoritas kecil. Lapisan-lapisan seperti para pengajar, pegawai negeri, dan karyawan bank, yang di masa lalu menganggap dirinya sebagai kelas menengah dan tidak bakal bergabung dengan serikat pekerja atau melakukan mogok kerja, kini merupakan salah satu bagian paling militan dari gerakan buruh. Hal yang sama juga sama benarnya terhadap mahasiswa, yang sebelum 1945 kebanyakan merupakan sayap kanan atau bahkan fasis, dan kini mereka dengan tegas berada di kiri bahkan dalam berbagai kasus sangat terbuka pada gagasan-gagasan revolusioner.

Buruh-buruh Eropa belum menderita kekalahan telak selama beberapa dekade. Tak akan gampang untuk memaksa mereka menyerahkan capaian yang mereka pernah menangkan. Hal ini nampak pada Oktober 2013 saat para pemadam kebakaran Belgia muncul di luar parlemen dengan tiga puluh mobil pemadam kebakaran, memblokade semua akses, serta menyemprot polisi dengan air dan foam, demi menuntut 75 milyar Euro ekstra untuk menambah staf agar sesuai tingkat-tingkat keamanan. Pemerintah akhirnya terpaksa menyerah saat buruh-buruh rel dan kereta menawarkan bantuan untuk membantu para pemadam kebakaran dalam memblokir stasiun-stasiun kereta. Perubahan dalam perimbangan kekuatan ini menimbulkan dilema serius bagi kaum borjuasi dalam menerapkan langkah-langkah pengetatan anggaran. Meskipun demikian, kelas penguasa terdorong oleh krisis untuk terus melanjutkan serangan-serangannya.

Jerman

Dilihat dari permukaan tampaknya Jerman sudah selamat dari hal yang terburuk dari krisis. Namun giliran Jerman akan datang. Derap kaki kapitalisme Jerman adalah ketergantungannya terhadap ekspor yang tak tertandingi: pada 2012 ekspor Jerman mencapai rekor 44% PDB (1,1 triliun Euro). Alasan kesuksesan mencolok ini adalah bahwasanya upah riil buruh-buruh Jerman masih dibuat mentok di tingkatan yang sama sejak tahun 1992. Menurut FT: “Jerman kini secara rata-rata merupakan populasi buruh berupah rendah terbesar di Eropa Barat”. Seperempat tenaga kerja menanggung pah “pendapatan rendah”. Jumlah para buruh tetap telah berlipat tiga dalam sepuluh tahun.

Ekspor-ekspor Jerman, sumber satu-satunya bagi pertumbuhan di periode terakhir, dengan demikian berdasarkan upah-upah rendah dan tingkat-tingkat tinggi investasi. Tingginya tingkat produksi yang diperas dari buruh-buruh Jerman telah memberikan keuntungan besar bagi industri Jerman dan membuatnya berada di atas rival-rival Eropanya yang lain, sebagaimana bisa kita lihat dari angka-angka berikut:

Performa produksi industri 2000-Oktober 2011

Jerman + 19,7%

Portugal – 16,4%

Italia -17,3%

Spanyol – 16,4%

Yunani -29,9%

Faktanya adalah kapitalisme Jerman naik di atas kemunduran rival-rival Eropanya yang tidak bisa bersaing dengan industri-industri Jerman. Kerugian mereka adalah keuntungan Jerman. Euro kemudian berfungsi memberikan keuntungan bagi Jerman di atas segalanya. Bank-bank Jerman senang-senag saja untuk meminjamkan uang ke negara-negara seperti Yunani sehingga memungkinkan mereka membeli barang-barang Jerman. Namun kini proses ini telah berputar menjadi kebalikannya. Meskipun mereka tidak mengakuinya secara terbuka, di menit-menit saat dana talangan dikucurkan di Yunani, sebagaimana yang kami katakan sebelumnya, hal ini semua perlu dilakukan untuk menyelamatkan bank-bank Jerman (dan Prancis).

Kaum demagog sayap kanan kini mengutuk-kutuk Eropa dan Euro. Namun para pakar strategi kapitalisme Jerman yang lebih serius dihinggapi firasat. Mereka paham bahwasanya Jerman tidak bisa mengembalikan keseimbangan ekonominya selama zona eropa lainnya masih terbenam dalam krisis. Mau diekspor kemana barang-barang Jerman?

Helmut Schmidt, bekas pimpinan SPD Jerman dalam pernyatannya selama pertemuan ekonomi penting di Hamburg, Jerman, memperingatkan bahwa: “Kepercayaan publik di pemerintahan serta Uni Eropa telah hancur dan Eropa berada di tepi revolusi”. Dia kemudian menekankan lebih lanjut bahwasanya perubahan ekonomi dan politik yang besar perlu ada di Eropa. Namun perubahan macam apa yang diperlukan? Lalu siapa yang akan menjamin perubahan demikian dijalankan?

Inggris

Sang bekas bengkel dunia telah kehilangan basis industri dan sepenuhnya didominasi oleh jasa dan Kapital finans yang parasitis. Dibandingkan seluruh Uni Eropa, Inggris punya lebih banyak bankir yang pendapatannya satu juta poundsterling per tahunnya. Memang Inggris mengklaim adanya “pemulihan: namun gambaran yang kita saksikan justru adalah penurunan.

Periode terkini menyaksikan kejatuhan hajat hidup paling drastis dan paling konsisten di Inggris semenjak 1860an—lebih dari 150 tahun lalu. Terdapat peringatan-peringatan adanya suatu ledakan baru di antara pemuda sepanjang garis-garis kerusuhan yang melanda kota-kota di seluruh Inggris beberapa tahun yang lalu. Diperkirakan sebanyak dua juta anak berangkat ke sekolah dengan perut lapar tiap paginya di Inggris. Penemuan ini begitu mengagetkan publik sampai pemerintah tergopoh-gopoh memperkenalkan program makan gratis bagi semua murid sekolah dasar.

Pendirian di Inggris telah menunjukan suatu pergeseran. Pendirian lama yang menghormati dan menghargai penguasa telah berubah menjadi kebencian. Rakyat yang dulunya dengan taat memandang Anggota Parlemen, Pers, Pengadilan dan Polisi kini memandangnya dengan kecurigaan dan cibiran.

“Publik tampaknya berpikir bahwa ada sesuatu yang busuk di kalangan penguasa”, ungkap John McDermott di FT. “Di 2010, suatu poling Perubahan Kebijakan menemukan bahwa sebanyak 81% rakyat Inggris setuju dengan pernyataan: “Para politisi tidak mengerti dunia sama sekali.” Survei Pendirian Sosial Inggris melaporkan bahwa sebanyak 18% responden percaya bahwa kepentingan bangsa diatas kepentingan partai, turun sebanyak 38% dari tahun 1986. Pendapat terdapat perbankan malah lebih buruk. Tahun 1983, sebanyak 90% responden menganggap bahwa perbankan ‘dikelola dengan baik’, bandingkan dengan persentase sekarang yang hanya 19%, besaran yang menunjukkan pergeseran pendirian paling dramatis dalam laporan sejarah 30 tahun.

Pandangan Inggris terhadap institusi-institusinya semakin merosot—tanya saja pada Yang Mulia. Namun skandal-skandal yang melanda perbankan, parlemen, serta media secara berturut-turut telah menimbulkan perasaan akan adanya keruntuhan nyaris total dari kepercayaan terhadap mereka yang menjalankan kekuasaan di negara…Terdapat ketidakpedulian yang sangat mendalam dari para elit penguasa sementara di sisi lain terdapat sentimen anti-elit yang sangat mendalam di Inggris dan sekitarnya.” (FT, 28/9/13)

Ed Miliband, pimpinan Partai Buruh di Inggris akhirnya terdorong untuk menggaungkan, meskipun dengan cara yang paling sopan, kemarahan yang semakin tumbuh terhadap konglomerasi serta bank-bank setelah menggunungnya tekanan dari anggota-anggota gerakan Buruh. Meskipun cirinya terbatas dan lemah, hal ini sudah memicu luapan kemarahan dari media massa borjuasi. Financial Times menuding Milliband “melakukan jual beli akal-akalan sok merakyat”. Disini kita menyaksikan sekilas tekanan-tekanan kontradiktif yang akan berlipat ribuan kali saat Partai Buruh Inggris masuk pemerintahan di bawah kondisi krisis.

Prancis

UE sebenarnya diniatkan sebagai suatu kondominium dimana Prancis akan menjadi pemimpin politik Eropa dan Jerman sebagai mesin ekonomi. Namun rencana-rencana kelas penguasa Prancis ini sudah tersorot sebagai sekedar angan-angan utopis belaka. Semua keputusan diambil oleh Berlin sementara Prancis tidak kebagian.

Dalam pemilihan umum (pemilu) sebelumnya Partai Sosialis memenangkan kemenangan telak di tiap tingkatan. Namun dukungan terhadap Hollande pun dengan cepat menguap. Seperti pimpinan reformis lain dia telah menerima peran mengelola krisis kapitalisme. Sebagai akibatnya dia kini merupakan Presiden dengan rating terburuk sejak 1958. Polling terakhir malah mencatat kenaikan dukungan bagi Marine Le Pen sang politisi sayap kanan, sementara Hollande berada di belakang.

Media akan menggambarkan hal ini sebagai pergeseran ke Kanan. Padahal hal ini sebenarnya mengekspresikan suatu sentimen frustasi umum dan ketidakpuasan terhadap partai-partai yang ada serta kekecewaan terhadap “Kiri”, yang memberikan banyak janji tapi sedikit bukti. Sedangkan di sisi lain masih belum jelas apakah Partai Komunis dengan kebijakan-kebijakan reformisnya bisa memenangkan dukungan dari kaum Sosialis atau Front de Gauche atau mengembalikan kesuksesan-kesuksesan elektoral sebelumnya.

Sebagian demi mengalihkan perhatian dari masalah-masalah dalam negeri, Hollande meluncurkan serangkaian petualangan militer luar negeri di Afrika (Mali dan CAR). Akibat terhadang oleh Jerman di Eropa, ia mencoba membangkitkan peran lama Prancis di Afrika dan di Timur Tengah. Namun pada kenyataannya, imperialisme Prancis kurang punya otot untuk memainkan peran independen di skala dunia. Petualangan-petualangan militer ini tak pelak lagi akan berakhir bersimbah air mata, dan menambah amunisi segar yang diguyurkan ke dalam kobaran api ketidakpuasan di dalam negeri.

Prancis tetaplah suatu negara kunci bagi perjuangan kelas di Eropa. Buruh-buruh Prancis telah menunjukkan berulang kali bahwasanya mereka tidak pernah melupakan tradisi-tradisi revolusioner mereka. Massa tengah mencari jalan keluar dari krisis. Mereka menaruh kepercayaan mereka pada para pimpinan Sosialis, yang kemudian secara organis terhubung pada sistem kapitalis dan tatanan yang ada. “Kiri” terbentur dengan harapan massa. Bahkan dalam pemilihan daerah-pemilihan daerah, para pimpinan Partai Komunis dan Parti de Gauche telah pecah dengan Front Kiri. Partai Komunis beraliansi dengan Partai Sosialis, partainya pemerintah, sementara Parti de Gauche dalam beberapa kota beraliansi dengan Partai Hijau, yang juga punya dua menteri dalam pemerintahan saat ini. Dengan memecah Front kiri—setidaknya di tingkat perkotaan—mereka mengecewakan buruh dan pemuda yang mencari alternatif ke kiri dari Partai Sosialis. Hal ini merupakan indikasi kebutaan reformis sepenuhnya dari para pimpinan Partai Komunis sehingga mereka terus mendekap erat Partai Sosialis tepat pada saa dimana Hollande dan pemerintahannya semakin terdiskreditkan dan semakin sangat tidak populer. Alih-alih mempertahankan suatu oposisi yang tegas dan jelas terhadap pemerintah, mereka malah ngotot mencoba mempertahankan jabatan-jabatan mereka di pemerintahan lokal. Kaum marxis perlu menuntut para pimpinan Front Kiri untuk pcah dengan Partai Sosialis dan Partai Hijau serta memperkuat Front Kiri di atas basis kebijakan-kebijakan kiri dan sosialis yang sejati.

Italia

Italia tengah terhuyung-huyung di tepi lereng kejatuhan. Konsekuensinya akan membawa malapetakia bukan hanya bagi Italia namun juga bagi zona Eropa. Hutang Italia telah terakumulasi dan menggunung hingga dua triliun Euro. Peminjaman yang dilakukan pemerintah terancam mencekik ekonomi Italia dalam jangka panjang.

Pengangguran bertambah tinggi. Selama tiga tahun terakhir, satu juta orang diantara umur 25 dan 34 tahun telah kehilangan pekerjaan mereka. Diantara orang yang berumur di bawah 35 tahun hanya empat dari sepuluh orang yang punya pekerjaan. Secara resmi, terdapat lebih dari tiga juta orang secara keseluruhan yang menderita pengangguran namun banyak orang telah menyerah mencari kerja karena mereka tidak punya kepercayaan diri bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan. Di tahun 2013, sebanyak lebih dari 9 juta orang masuk kategori miskin sedangkan 4,4 juta hidup dalam kondisi miskin mutlak.

Suatu survei terbaru oleh Legacoop (rantai supermarket utama) mengonfirmasikan dalam tulisan  mengenai apa yang sudah jelas dalam beberapa waktu: tiga juta rumah tangga–12,3 persen populasi—tidak mampu membeli makanan protein tinggi setiap dua harinya, sembilan juta orang Itali tidak mampu memenuhi pengeluaran tak terduga sebesar 800 Euro; rakyat Italia semakin banyak yang meninggalkan pemakaian mobil (25 persen populasi); mereka tidak lagi pergi berlibur (menurun empat juta musim panas ini); dan mereka tidak membeli baju-baju baru (23 persen populasi). Pengeluaran untuk makanan selama enam tahun belakangan telah menurun sebanyak 14%, turun hingga ke tingkat-tingkat 1971 (2.400 Euro per kapita).

Financial Times menggambarkan tugas-tugas yang dihadapi Itali sebagai “menyakitkan secara ekonomi dan bunuh diri secara politik”. (7/10/2013) Kapitalisme Italia tidak bisa bersaing dengan Jerman dan Spanyol serta semakin jauh tertinggal. Di masa lalu Italia sudah mendevaluasi mata uangnya, namun dengan Euro, opsi itu sudah tidak bisa diambil. Sebaliknya Italia harus mengambil langkah “devaluasi internal” (yaitu, pemotongan-pemotongan besar terhadap hajat hidup). Namun untuk melakukan ini butuh suatu pemerintahan yang kuat. Sayangnya bagaimanapun juga hal itu mustahil.

Setiap partai di Italia mengalami perpecahan. Di PD terdapat perpecahan antara aparatus Partai Komunis yang ala dengan elemen-elemen borjuis dari Demokrasi Kristen. Partai kecil Monti dipenuhi dengan pertikaian antar faksi dan diduga akan jatuh dai 10% ke 4% di pemilu berikutnya. Bagkan Gerakan Bintang Lima Grillo pun pecah, dengan sebagian elemen di dalamnya menghendaki kolaborasi dengan PD.

Para pimpinan serikat buruh di Italia telah memainkan peran berbahaya dalam mendukung apa yang disebut-sebut sebagai pemerintahan persatuan nasional, menelan semua langkah-langkah pengetatan anggaran yang jelas-jelas anti kelas buruh. Hal ini terutama terjadi pada para pimpinan “kiri” dari serikat buruh metal, FIOM yang setelah membangkitkan harapan-harapan para buruh, kemudian menghempaskannya dengan bergabung dengan Camusso, pimpinan CGIL dalam menandatangani dokumen bersama untuk kongres CGIL. Disini kita menyaksikan peran persis reformisme kiri dalam praktek. Para pimpinan serikat buruh sayap kanan mendekap erat kaum borjuasi sedangkan para pimpinan serikat buruh kiri mendekap erat sayap kanan. Tak ada satupun diantara mereka yang menaruh kepercayaan pada kelas buruh, yang ditinggalkan tanpa pimpinan dalam momen kritis.

Pengkhianatan para pimpinan bisa berujung pada demoralisasi dan apati. Namun hal itu tidak akan jadi akhir segalanya. Buruh-buruh Italia—seperti Spanyol, Yunani, dan Prancis–punya tradisi panjang gerakan spontan dan insureksioner. Saat dihalangi oleh organisasi-organisasi massa tradisional mereka, mereka akan menemukan suatu jalan untuk mengekspresikan angkara mereka dengan cara yang meledak-leda. Ini artinya Musim Gugur yang Membara 1969. Lima hari pemogokan massa terbuka dari buruh-buruh transportasi Genoa melawan privatisasi  pada bulan November 2013 menunjukkan semangat sejati yang berkembang di antara kelas buruh Italia. Perkembangan-perkembangan demikian implisit dalam situasi di Italia. Hal ini masih sama benarnya dalam kasus pemuda Italia.

Spanyol

Lima tahun setelah awal resesi, ekonomi Spanyol masih jatuh makin dalam sebesar 1,4% di tahun 2013. Pengangguran tecatat setinggi hampir 27% di antara tenaga kerja, sementara pengangguran pemuda secara pedih mencapai 57%. Sebanyak enam juta pekerjaan telah hancur semenjak 2007, dan ratusan ribu pemuda dipaksa beremigrasi.

Setelah beberapa tahun paket-paket pemotngan anggaran secara massif, defisit anggaran pada tahun 2013 masih diduga sebesar 6,5% PDB, sementara hutang akan mencapai 100% PDB. Pemotongan-pemoyongan anggaran dikombinasikan dengan kontra-reforma telak di pasar  tenaga kerja telah menyebabkan Spanyol meraih kembali daya kompetisinya dalam hubungan dengan tetangga-tetangga Eropanya. Dengan kata lain, buruh-buruh Spanyol menanggung derita akibat dipaksa membayar harga krisis kapitalis. Setelah semua luka dan penderitaan ini apa yang dicapai hanyalah omong kosong pemulihan ringan tahun depan dengan tingkat pertumbuhan diprediksikan hanya sebesar 0,2% di tahun 2014 dan mungkin 1% di tahun 2015. Di atas landasan ini, maka akan makan waktu sampai tahun 2021, dengan kata lain butuh hampir 15 tahun bagi Spanyol untuk pulih kembali pada tingkat pra-resesi!

Kenyataannya adalah jumlah besar hutang korporasi, rumah tangga dan kini hutang negara yang terakumlasi selama tahun-tahun panjang boom kapitalisme tidak sepenuhnya terserap oleh sistem. Sampai hal itu terjadi, tidak bisa ada pemulihan yang stabil bagi kapitalisme Spanyol. Perkiraan-perkiraan “optimistis” saat ini semuanya berdasarkan pemulihan ekspor, yang sepenuhnya bergantung pada Eropa asalkan Eropa bisa keluar dari resesi—suatu basis yang sangat rapuh bagi optimisme.

Dampak krisis ekonomi bagi kesadaran massa terbukti sangat mendalam dan akan bertahan lama. Ke dalam resesi ekonomi ini kita harus tambahkan skandal-skandal korupsi yang mempengaruhi semua institusi demokrasi borjuis (yudisial, Monarki, Kongres, partai penguasa). Apa yang kita saksikan di Spanyol adalah suatu krisis rezim yang membongkar seluruh bangunan yang didirikan kelas penguasa untuk legitimasinya sejak ahir kediktatoran Fraco. Semua hantu lama dari masa lalu kembali bergentayangan menghantui borjuasi Spanyol yang lemah dan merosot. Pertanyaan-pertanyaan kebangsaan di Catalonia, diperparah oleh krisis ekonomi, akhirnya bangkit kembali. Perjuangan untuk keadilan bagi korban-korban rezim Franco kembali muncul ke permukaan dan memblejeti watak reaksioner aparatus negara dan kelas penguasa dari kedok demokrasinya.

Terdapat mobilisasi massa yang datang gelombang demi gelombang, khususnya sejak 2011. Gerakan kaum Indignados (kaum tani tak bertanah), gerakan anti penggusuran, mogok pendidikan, perlawanan buruh tambang, gerakan spontan pegawai negeri, mogok kerja 2 x 24 jam, dan sebagainya. Tentu saja, massa tidak bisa selalu berada dalam mobilisasi secara terus-menerus dan akan ada naik turun, serta periode-periode vacuum. Bagaimanapun juga angkara yang sudah menumpuk di bawah permukaan dan tidak menemukan saluran ekspresi masih ada di sana dan bisa menimbulkan lentusan kapanpun juga.

Portugal

Portugal masih terjerembab dalam resesi, dengan perkiraan bahwa di tahun 2013 kontraksi PDB diantara 1,66% dan 2,7% serta (kemungkinan) pertumbuhan sangat pelan pada tahun 2014. Pengangguran sebesar 16% dan pemerintah tidak bisa mencapai target-target pengurangan defisit untuk tahun ini (targetnya sebesar 5,5% dari PDB, angka riilnya sebesar 6%), meskipun bertahun-tahun pemotongan anggaran yang dipaksakan oleh mandat dana talangan UE sebesar 78 milyar Euro pada tahun 2010.

Anggaran tahun 2014 menyertakan potongan-potongan lagi terhadap upah sektor publik yang besarnya antara 2% dan 12% per buruh, dan sebesar 728 juta Euro terhadap dana pensiun. Namun ini masih ditambah potongan sebesar 3,3 milyar Euro yang dibutuhkan di tahun 2014 yang diiringi oleh dana talangan lainnya. Hal ini berujung pada anjloknya dukungan terhadap pemerintahan sayap kanan. Pada pemilu daerah 2013, partai-partai koalisi penguasa kalah telak. “Lingkungan politik tengah memburuk”, lenguh Financial Times.

Pemerintahan Portugal, yang dengan patuh menjalankan langkah-langkah pemotongan anggaran sebagaimana didiktekan oleh UE, kini mengemis-ngemis kesabaran: “Tolong beri kami sedikit waktu lebih banyak”. Namun manusia-manusia uang di Washington, Brussels, dan Frankfurt serta troika tidak punya sedikitpun kesabaran. Sebagai harga yang harus dibayar untuk dana talangan mereka akan menuntut jaminan-jaminan sekeras besi bahwasanya program pengetatan anggaran akan terus diterapkan; Panggung untuk protes-protes massa yang lebih besar telah berdiri.

Passos de Coelho yang menepuk dada sebagai orang kuat dan murid teladan troika saat terpilih pada Juni 2011, kini terbongkar sebagai pimpinan lemah dari koalisi yang terpecah belah. Pemerintahannya, yang telah menuai kebencian rakyat Portugal, telah semakin dekat dengan keruntuhan setelah pemogokan massa 27 Juni 2013. Ini merupakan perkembangan terbaru dalam rangkaian mobilisasi massa terus menerus melawan koalisi sayap kanan.

Kelas buruh Portugis menemukan kembali tradisi Revolusi 1974-1975. Satu juta orang turun ke jalan pada September 2012, kemudian satu setengah juta di Maret 2-13. Permasalahannya ada pada faktor kepemimpinan. Partai Sosialis sang “oposisi” masih terdiskreditkan (mereka menandatangani prasyarat-prasyarat dana talangan tepat sebelum mereka jatuh) dan hanya dapat persentase remah-remah akibat meningkatnya abstensi.

Sedangkan Partai Komunis di Portugal menerima keuntungan paling utama dalam gelombang ketidakpuasan yang tak ada tandingannya ini. Bagaimanapun juga, dua partai yang lebih kiri dari SP tidak memiliki alternatif serius terhadap krisis kapitalisme, Bloco de Esquerda menganjurkan “Eropa Sosial” yang Keynesian dan reformis serta “audit hutang”, sementara Partai Komunis Portugal menyarankan ekonomi “patriotis dan demokratis” semi-Stalinis di luar Euro.

Yunani

Setelah lima tahun yang suram akibat pengetatan anggaran permasalahan Yunani masih jauh dari diselesaikan dan sebaliknya malah semakin memburuk. Kebijakan-kebijakan babat dan bakar dari Troika telah menjerumuskan Yunani ke dalam slump mendalam. Sebanyak 1,4 juta menderita pengangguran, termasuk dua dari tiga pemuda Yunani. Tingkat-tingkat kemiskinan yang tidak tampak semenjang perang kini terlihat dimana-mana.

Pemerintahan Athena mengeluh (dengan cukup masuk akal) bahwasanya pemotongan-pemotongan yang dituntut oleh Brussel semakin mendorong ekonomi ke dalam resesi, menjatuhkan pendapatan pajak, meningkatkan defisit serta nemaksa mereka meminjam lebih banya lagi. Namun himbauan-himbauan ini masuk telinga tuli. Jerman dan para pimpinan lainnya menjawab bahwa Eropa selatan telah hidup melebihi batas selama bertahun-tahun dan harus “belajar disiplin”.

Tiap paket penyelamatan secara berturut-turut hanya memberikan tambahan sedikit uluran waktu. Namun pasar-pasar tidak tertipu. Tsunami krisis Yunani hanya tertunda, namun cepat atau lambat akan tak terhindarkan.

Pada saat yang bersamaan, Yunani adalah suatu tanah kesempatan bagi para spekulan finansial. Financial Times menerbitkan suatu artikel berjudul “Keuntungan dana transaksi lindung nilai di tanah kesempatan Yunani” saat kami baca:

“Sektor perbankan Yunani telah menjadi wilayah dengan bunga terbesar. Paulson & Co, Baupist, Dromeus, York Capital, Eaglevale dan OchZiff merupakan beberapa pihak yang menanam saham di Alpha Bank dan Piraeus Bank. Semua telah meraup keuntungan dengan manis. Perdagangan jaminan yang kacau juga berarti bahwa dana transaksi lindung nilai bisa berakhir mendominasi catatan saham bank Yunani”. (11/10/2013, penekanan dari kami)

Penjarahan terhadap Yunani, pemaksaan keji Troika, dan ambruknya hajat hidup telah memicu suatu gelombang massif pemogokan umum, demonstrasi, dan protes massa. Dua pemerintahan sudah jatuh, dan yang ketiga akan jatuh. Samaras bersusah payah menahan koalisi rapuhnya yang tidak bisa bertahan lama. Kekuasaan akan jatuh ke tangan SYRIZA namun kita tidak bisa memungkiri bahwa Golden Dawn juga tumbuh.

Elemen-elemen impresionistik telah menarik kesimpulan dari bangkitnya Golden Dawn bahwasanya terdapat bahaya fasisme yang dekat. Namun apa yang terjadi dengan Golden Dawn mengonfirmasikan posisi kami mengenai prospek-prospek fasisme dalam epos terkini. Borjuasi Yunani merupakan kelas penguasa yang reaksioner dan keji, serta merupakan lapisan yang mungkin siap menyerahkan kekuasaan pada Golden Dawn—kalau mereka mampu. Faktanya, lapisan-lapisan paling reaksioner dari kelas penguasa (industrialis kapal) telah sepenuhnya membeking dan mendanainya.

Berbeda dengan formasi-formasi sayap kana di Eropa (Fini di Italia, Marine le Pen di Prancis), yang berusaha memutuskan hubungan mereka dari masa lalu fasis mereka serta menampilkan citra parlementer yang “terhormat”, Golden Dawn merupakan suatu organisasi fasis terang-terangan yang mana hubungan eratnya dengan polisi dan perwira-perwira militer telah terekspos. Anjing-anjing gila ini punya agendanya sendiri, yang tampaknya juga termasuk perebutan kekuasaan.

Masalahnya adalah kelas buruh Yunani kuat, militan dan tak terkalahkan. Borjuasi takut bahwa dengan mengambil aksi prematur, kaum fasis bisa memprovokasi gerakan massa yang mustahil untuk dikendalikan. Preman-preman Golden Dawn sudah keterlaluan dan melangkah terlalu jauh saat mereka membunuh seorang penyanyi sauap kiri, sehingga memicu protes-protes massif. Borjuasi Yunani terdorong mengambil beberapa langkah untuk melawan mereka.

Tentu saja kaum borjuasi tidak punya niatan untuk menyingkirkan kaum fasis. Mereka mengambil langkah-langkah tersebut sekedar sebagai kosmetik untuk menenangkan angkara massa. Selanjutnya kaum fasis akan mengelompokkan diri kembali di bawah panji yang lain, kemungkinan sebagai bagian dari suatu koalisi sayap kanan dengan citra yang lebih terhormat (tidak terlalu mirip NAZI). Sementara itu elemen-elemen lumpen proletar paling bobrok akan tetap berfungsi sebagai penyokong aparatus represif negara (yang mana dengannya mereka terhubung secara organis), dan berperan sebagai pematah pemogokan serta preman-preman untuk memukuli kaum imigran serta menyerang orang-orang sayap kiri.

Perspektif mendesak bagi Yunani bukan fasisme apalagi Bonapartisme melainkan pergeseran ke kiri. Kejatuhan pemerintahan Samaras yang tak terhindarkan akan menimbulkan pertanyaan pemerintahan SYRIZA. Namun semakin Tsipras dekat ke kekuasaan, semakin moderat bahasanya dengan harapan dia akan mendapat lebih banyak suara. Sebaliknya hal ini memicu skeptisisme sebagian rakyat Yunani yang sudah muak berhadapan dengan para politisi yang banyak janji dan sedikit bukti saat mereka terpilih.

Suasana hati yang asli dari massa tampak dalam suatu polling opini yang menunjukkan bahwa buruh-buruh Yunani sudah menarik kesimpulan-kesimpulan revolusioner. Polling tersebut menyatakan bahwa sebanyak 63% rakyat Yunani menginginkan suatu “perubahan mendalam” di masyarakat—yang artinya revolusi—sementara 23% lainnya dengan blak-blakan menyatakan bahwa mereka menginginkan revolusi. Permasalahannya bukan kurangnya kematangan revolusioner massa namun fakta bahwasanya tak ada partai-partai atau pimpinan-pimpinan yang ada yang siap memberikan ekspresi sadar terhadap semangat membara massa untuk mengubah masyarakat.

Selama empat atau lima tahun buruh-buruh Yunani telah cukup mendemonstrasikan niat mereka untuk mengubah masyarakat. Mereka telah mengobarkan pemogokan massa berkali-kali. Namun keseriusan krisis ini membawa permasalahan yang tidak bisa dipecahkan oleh badai topan pemogokan dan demonstrasi. Seruan untuk pemogokan-pemogokan sehari akan berhadapan dengan skeptisisme di pabrik-pabrik. Berhadapan dengan halangan di jalan pemogokan dan demonstrasi maka buruh-buruh akan bergerak ke pesawat elektoral. Cepat atau lambat mereka akan memilih suatu pemerintahan Kiri, yang akan menyodorkan dua pilihan kepada SYRIZA: menjalankan kebijakan sosialis atau menerima peran sebagai manajer kapitalisme Yunani yang korup dan merosot. Hal ini akan menandai suatu tahapan baru dalam revolusi Yunani dan membuka kemungkinan-kemungkinan penting bagi Kaum Marxis Yunani.

*diterjemahkan dari “Perspectives for World Revolution 2014 (Draft Document) – Part two” sebagaimana yang ditulis oleh International Marxist Tendency dan dipublikasikan pada Kamis, 30 Januari 2014. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipublikasikan kembali via Bumi Rakyat.

Tinggalkan komentar

MENA Solidarity Network

Solidarity with Workers in the Middle East

Indonesian Peoples' Alliance (IPA)

Movement for Peoples Sovereignty and Trade to Serve the Peoples!

Maruti Suzuki Workers Union

Inquilab Zindabad! Mazdoor Ekta Zindabad!

wonosobo bergerak

Pijar Harapan untuk Rakyat

WONOSOBO BERGERAK

Pijar Harapan untuk Rakyat

SEKBER

sekolah bersama

Jurnal Ari

Coretan iseng pengelana

Ughytov's Blog

Just another WordPress.com site

Shiraz Socialist

Because there have to be some lefties with a social life

Partai Rakyat Pekerja Komite Kota Makassar

SOSIALISME, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja. SOSIALISME, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme

boemipoetra

In A Time Of Universal Deceit, Telling The Truth Is A Revolutionary Act

Berita Buruh Indonesia

sebagai SEKOLAH PERANG, SERIKAT BURUH TIDAK terkalahkan

Working Indonesia

A Blog Covering Labor Activism in Indonesia

ARTIKEL BURUH

buruhberjuang.wordpress.com

Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung

SATU dan BERSATU oleh PERS & karena MAHASISWA

Home

One voice, unify power, unify actions for workers rights