Puluhan Ribu Demonstran Jepang Menentang Manuver Abe untuk Perkuat Militer

Ribuan orang turun ke jalan berdemonstrasi di depan kantor perdana menteri Jepang, Shinzo Abe. Mereka menentang keputusan penafsiran terhadap pasal 9 Konstitusi Jepang untuk mengesahkan “pertahanan kolektif” yang akan memberi jalan Jepang untuk mengobarkan perang. Kabinet Shinzo Abe mengesahkan reinterpretasi atas piagam PBB yang bersifat pasifis (perdamaian) dalam suatu pertemuan luar biasa pada hari Selasa, serta memperbolehkan Jepang membantu sekutunya yang diserang meskipun bilamana Jepang sendiri tidak diserang.

Ken Takada, salah seorang pengorganisir demonstrasi di distrik Chiyoda dekat kantor Abe, mengatakan, “Kami tidak akan mengizinkan manuver demikian”. Ia melanjutkan, “Kita harus waspada bahwa kita saat ini sedang berada di titik balik sejarah Jepang pasca-perang”, tegasnya. “Kami akan terus berjuang untuk menghentikan pengesahan kabinet apapun resikonya.”

Yel-yel berbunyi “Jangan hancurkan konstitusi”, “Kami sepenuhnya menolak reinterpretasi Konstitusi”, dan “Kami tidak butuh hak pertahanan kolektif,” terdengar di seluruh barisan demonstran yang juga turut mengusung berbagai plakat dan spanduk untuk menyampaikan pesannya pada pemimpin konservatif yang berkuasa ini.

Namun pada suatu titik, sekelompok pendukung sayap kanan muncul dengan mobil truk pick-up berspeaker untuk mengacau aksi namun dihalau oleh polisi.

Jumlah peserta aksi diperkirakan antara 10.000 hingga 40.000 orang. Takuya Shigeta, warga Fuchu, Tokyo Barat, yang berusia 53 tahun mengatakan, “Saya ingin publik tahu bahwa kamilah rakyat yang menentang keputusan ini”, ucapnya menegaskan penolakan terhadap reinterpretasi Abe terhadap konstitusi. Sedangkan Kinue Yoshino, seorang buruh perempuan berumur 30 tahun dari Kawasaki mengatakan dia tidak ingin melihat Jepang berpartisipasi dalam perang. Seorang perempuan berusia 50 tahun dari Saitama yang menolak nama aslinya disebutkan setuju dengan Yoshino. Ia mengatakan ia turut turun ke jalan untuk menghentikan hal itu.

Banyak pengamat menyangsikan bahwa manuver Shinzo Abe tersebut murni bertujuan untuk melindungi keselamatan rakyat Jepang.

Koichi Nakano, seorang profesor ilmu politik di Universitas Sophia, Tokyo, mencurigai bahwa reinterpretasi konstitusional kabinet Abe bisa digunakan Jepang untuk ikut dalam perang yang sama sekali bukan untuk bela negeri. “Apa yang riskan adalah kenyataan dimana pihak yang menentukan kondisi-kondisi untuk berperang adalah pemerintah itu sendiri”, ujarnya. Lebih dari itu Nakano memperingatkan, “Pemerintah bahkan tidak mengamati Konstitusi; dengan demikian keputusan tersebut tidak dibatasi oleh syarat-syarat yang dirumuskan dalam keputusan Kabinet”, kata Nakano.

Pertahanan kolektif adalah suatu hak yang diberikan pada setiap negara melalui Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang memperbolehkan mereka membantu sekutunya yang mengalami serangan militer. Namun pemerintah-pemerintah sebelumnya masih memandang bahwa Pasal 9 melarang Jepang menjalankan hak tersebut karena melampaui “kebutuhan minimum” penggunaan kekuatan untuk pertahanan yang dimandatkan oleh Konstitusi yang melarang perang.

Sedangkan di sisi lain Abe bersikeras bahwa Jepang bisa menggunakan kekuatan militer sesuai “kebutuhan minimum” dalam pertahanan kolektif bila”terdapat ancaman aktual yang jelas terhadap Jepang dan bila hak rakyat terhadap kehidupan, kebebasan, dan pengejaran kebahagiaan, bisa digulingkan secara mendasar,” tekannya.

Banyak pihak merasa khawatir oleh pernyataan bias dan ambigu dari Shinzo Abe ini. Terutama setelah Abe membuat pernyataan, “Pasokan-pasokan minyak, gas, dan pangan adalah kepentingan-kepentingan vital bagi Jepang. Bila terpotong, hal itu akan berdampak besar bagi keamanan dan keberlangsungan Jepang”, ungkap Abe pada sesi persidangan Majelis Kamar Atas di Jepang, 9 Juni 2014 lalu.

Hari Senin dan Selasa, ratusan demonstran berkumpul di depan kantor perdana menteri menuntut Abe mengundurkan diri. Sedangkan hari minggu, seorang pria tak dikenal yang diduga berusia 60 tahun melakukan aksi demonstrasi tunggal di depan kerumunan stasiun JR (Japanese Railway-Kereta Jepang) Shinjuku kemudian mengguyur diri dengan bensin serta membakar diri. Aksi ini menggegerkan tidak hanya publik dalam negeri Jepang namun juga luar negeri.

Suatu jajak pendapat yang dilakukan oleh Nihon Keizai Shimbun pekan lalu menemukan bahwa 50 persen dari total 1.029 responden menyatakan menolak reinterpretasi Abe dan hanya 34 persen yang mendukungnya.

Abe sendiri sudah sejak lama dikenal sebagai politisi yang berambisi untuk meningkatkan kekuatan militer Jepang dan membuatnya lebih aktif.

*diterjemahkan dari berita-berita berbahasa Inggris yang ditulis oleh Reiji Yoshida dan Ayako Mie serta Masaaki Kameda dari situs Japan Times.

 

 

Tinggalkan komentar

MENA Solidarity Network

Solidarity with Workers in the Middle East

Indonesian Peoples' Alliance (IPA)

Movement for Peoples Sovereignty and Trade to Serve the Peoples!

Maruti Suzuki Workers Union

Inquilab Zindabad! Mazdoor Ekta Zindabad!

wonosobo bergerak

Pijar Harapan untuk Rakyat

WONOSOBO BERGERAK

Pijar Harapan untuk Rakyat

SEKBER

sekolah bersama

Jurnal Ari

Coretan iseng pengelana

Ughytov's Blog

Just another WordPress.com site

Shiraz Socialist

Because there have to be some lefties with a social life

Partai Rakyat Pekerja Komite Kota Makassar

SOSIALISME, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja. SOSIALISME, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme

boemipoetra

In A Time Of Universal Deceit, Telling The Truth Is A Revolutionary Act

Berita Buruh Indonesia

sebagai SEKOLAH PERANG, SERIKAT BURUH TIDAK terkalahkan

Working Indonesia

A Blog Covering Labor Activism in Indonesia

ARTIKEL BURUH

buruhberjuang.wordpress.com

Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung

SATU dan BERSATU oleh PERS & karena MAHASISWA

Home

One voice, unify power, unify actions for workers rights