Yang Diharapkan dan Yang Nyata dan Yang Diharapkan
Engkau berkata tentang kemungkinan kita punya anak
tentang bilamana kita tak punya seseorang untuk kita titipkan ia
sementara ada hari-hari dimana kita tak mungkin tinggalkan pekerjaan
Lalu kau lanjut bercerita mengenai betapa lucunya mulutnya yang menirukan tokoh-tokoh dalam buku cerita
atau belepotannya tangannya dengan crayon, spidol, atau pensil berwarna saat hendak menggambar binatang kesayangannya
dan semua orang di tempat kerja akan teralihkan perhatiannya karena menyadari betapa menggemaskannya dirinya
tapi tiba-tiba sesuatu yang dingin menusuk ulu hatiku dan engkau pun menyadari perubahan raut wajahku
bukan, bukan bayangan tentang indahnya masa depan yang mungkin ada yang mengusik hati
bukan pula kekhawatiran anak akan merenggut dunia kerja yang mendadak meletihkan syaraf-syaraf kepala
tapi kenyataan yang nyata ada selagi kita berandai-andai tengah terjadi di dunia nyata sana
Selagi kita membayangkan anak kita,
di luar sana ada bayi menangis ditinggal ibunya yang terpaksa kerja mengasuh bayi orang lain
di luar sana ada anak pencuci piring di rumah makan Thailand yang tunggui bapaknya bekerja
di luar sana ada anak penjual sate yang habiskan malamnya ikut bapak ibunya sambil kerjakan PR atau main mobil-mobilan
Belum kalau kuingat
Nurdin, juru parkir belakang kantor, pontang-panting cari hutangan demi tebus biaya bersalin
Sedangkan Sekar, buruh cuci kampung sebelah sudah ganti susu bayinya dengan air putih biasa
Masih di luar sana, ya, di luar sana
ada yang kelaparan di bawah kolong jembatan
ada yang kepanasan dibawa mengamen di jalanan
anak-anak yang bisa saja mungil dan menggemaskan
asalkan mereka diberi cukup dukungan dan kesempatan
Aku bertanya-tanya
mengapa ada bayi yang lahir dalam kelimpahan harta
dirayakan sebagai anak cucu raja, dipestakan sebagai penerus keluarga saudagar
dan mengapa ada bayi ada bayi yang lahir dalam kelurga miskin papa
dihimpit dalam maha-keterbatasan dan kebiadaban pemiskinan
Lalu kau menghelas nafas dan berkata
“Yah, engkau sendiri, kan, sudah tahu jawabannya”
“Di dunia ini ada cukup makanan untuk semua orang”
“Di dunia ini ada cukup pakaian untuk semua manusia”
“Di dunia ini ada cukup perumahan untuk semua penghuni”
“Tapi karena dunia ini berjalan di atas penumpukan laba,
maka makanan tak bisa dimakan tanpa uang
maka pakaian tak bisa dipakai tanpa diperjual-belikan
maka rumah tak bisa ditinggali kalau pengembang tak dapat keuntungan”
“Demikianlah banyak makanan menumpuk di supermarket, sementara banyak orang kelaparan”
“Demikianlah banyak pakaian berjubel di butik dan pertokoan, sementara banyak manusia dalam lusuh dan compang-campingnya kekurangan”
“Demikianlah banyak rumah dan apartemen melompong dalam kekosongan, sementara banyak yang menggelandang, tergusur, dan tersingkirkan”
Lalu kau diam dan aku menatap matamu dalam-dalam
“Aku ingin lingkungan yang aman tidak hanya untuk anak kita tapi semua anak di luar sana.”
“Aku ingin kehidupan yang menyenangkan. Tidak hanya untuk anak kita tapi juga untuk semua anak yang ada dan akan ada.”
“Aku ingin dunia yang tidak berjalan di atas penumpukan laba tapi dunia yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan setiap orang.”